Skip to main content

Memajukan Desa Dengan Lidah Buaya

Alan Efendhi bersama mahasiswa magang dari UNS (Foto : ig @efendhi_alan.rv) Pemandangan berbeda tampak disalah satu pekarangan rumah warga di  jeruklegi ,  Desa Katongan ,  Kecamatan Nglipar ,  Kabupaten Gunungkidul ,  Yogyakarta . Tumbuhan berwarna hijau dengan sisi daun berduri, panjang dan menyempit pada ujungnya, serta memiliki daun berdaging tebal, berbunga dan berlendir berjejer rapi di hamparan tanah kering sedikit berpasir. Di bawah terik matahari seorang ibu-ibu dengan telaten menyiram tanaman-tanaman tersebut dengan selang air berwarna biru. Tidak jarang pemandangan itu menjadi tontonan dan bahan cibiran oleh warga sekitar yang berlalu-lalang. Seorang tani sedang menyiramkan air pada tanaman aloe vera (Foto: Screenshot Heroes CNN Indonesia ) “Emang mau nggudek (makan) lidah buaya ?” seloroh mereka. “Jangan didengerin, tugasnya ibu merawat, ke depan aku yang akan mengolah, enggak jual bahan mentah.” kata Alan menyemangati sang ibu melalui sambung...

Masa Jabatan DPRD dan Kepala Daerah Diperpanjang

Meeting (Foto: Pixabay)

Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja memutuskan bahwa pemilu tidak lagi diadakan secara serentak pada 2029 nanti, dimana pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD akan dipisah paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota. Artinya, pemilu daerah atau pilkada akan molor sampai 2031 bahkan 2032 setelah pemilu nasional selesai diadakan yang ujung-ujungnya akan memperpanjang masa jabatan para pejabat daerah menjadi 7 bahkan 8 tahun.

MK punya anggapan lain mengapa pemilu nasional dan daerah sebaiknya dipisah. Menurut MK pemilu serentak yang diadakan pada tahun yang sama bisa menimbulkan berbagai persoalan seperti lemahnya kelambagaan partai politik karena hanya memiliki sedikit waktu untuk menyiapkan kader yang berkualitas untuk bertarung dalam arena pemilihan umum. Selain itu, MK menilai agenda pemilu serentak memecah fokus masyarakat akibat banyaknya kertas suara yang harus dicoblos. Pertanyaannya, ada ngga cara lain untuk memisahkan jadwal pemilu nasional dan lokal tanpa harus menambah masa jabatan para anggota DPRD atau kepala daerah?

Persiapan Kader Berkualitas dan Partisipasi Publik

Kalau tujuannya agar parpol bisa menyiapkan diri untuk menentukan kandidat terbaiknya- berkualitas menurut partai-, maka rasanya hal ini juga perlu disangsikan.

Pertama, tingginya korupsi di kalangan anggota legislatif. Kita jadi bertanya-tanya, apakah proses kaderisasi partai sudah berjalan dengan sebaik-baiknya? Apakah kurikulum partai telah sesuai dengan amanat konstitusi dan UUD 1945? Apakah ada mata kuliah akhlak & etika di dalamnya? Entahlah. Itu urusan internal partai. Yang pasti banyaknya koruptor, bagi masyarakat adalah indikasi dari proses perekrutan & pemilihan calon legislatif yang kurang memadai. Sebaiknya pemerintah mulai melakukan intervensi demi kebaikan rakyat, contohnya ada tes TWK, TIU, TPK, mirip-mirip CPNS-lah bagi mereka yang mencalonkan diri sebagai anggota dewan atau kepala daerah. Paling tidak masyarakat tau kualitas intelektual mereka jadi tidak mudah terpedaya dengan image-image populis yang dibangun oleh narasi tik-tok.

Kedua, money politic. Sudah jadi rahasia umum, dan umumnya rahasia kalau ongkos politik itu sangat mahal dan maharnya berbeda-beda tergantung hierarki kekuasaan. Masa iya sudah mengeluarkan banyak uang pribadi tapi yg diuntungkan masyarakat umum? Rasa-rasanya sistem pemerintahan kita tidak menuntut ketulusan dari para pejabatnya. Andaikata demikian, gaji mereka dibuat kecil saja agar siapa yang mau jabatan itu sudah pasti jauh dari tujuan materi. Seperti guru honorer kan, dilabeli Pahlawan tanpa Jasa jadi setiap protes soal gaji dibungkam dengan ucapan “harus bersyukur, diluar sana masih banyak yang tidak bisa kerja, pahala kamu luar biasa nanti di akhirat.”  Proses demokrasi yg semestinya mahal karena adanya partisipasi publik menjadi murah karena kebiasaan bagi-bagi duit dan sembako.

Ketiga, proses pemilu yang penuh tipu muslihat. Masyarakat pesimis pada proses pemilu yang adil dan jujur. Dari awal status kemiskinan seseorang sudah terancam. “Kalau kamu tidak memilih ini, bantuan kamu akan dicabut.” Dari awal suara kita sudah digadaikan. Tidak ada lagi proses demokrasi yg murni karena suara kita hanya dianggap sebagai komoditas. Pun, masyarakat tetap menerima bansos dan uang, itu karena mereka diberikan. Kebiasaan menyuguhkan uang menginternalisasi pikiran masyarakat bahwa pemilu itu merupakan proses perputaran uang yg sudah biasa. Akhirnya mereka berpikir “Baru mau calon aja sudah pelit kasih bantuan, apalagi kalo terpilih. Masih mending yang itu kasih 20 ribu. Yang penting bisa beli kopi cup.” Disamping literasi politik masyarakat yg rendah, kebiasaan aktor politik memanfaatkan kondisi ekonomi masyarakat menyulitkan tercapainya proses pemilu yg transparan dan bertanggung jawab.

Meningkatkan Partisipasi Publik

Election Day (Foto: Pixabay)

KPU telah meluncurkan Indeks Partisipasi Pemilu (IPP) 2024 dimana tingkat partisipasi pilpres sebesar 81,48%, legislatif 81,14%, dan DPD 81,50%. Sementara angka partisipasi pemilih pilkada berdasarkan Sirekap hanya 68,1%, menjadi yang terendah sejak pertama kali pilkada serentak diselenggarakan dan turun secara signifikan jika dibandingkan pada Pilkada 2015, 2017 dan 2018. Menurut (Nastitie, 2024) salah satu alasannya disebabkan oleh jarak antara penyelenggara pemilihan presiden dan anggota legislatif yang terlalu dekat dengan pilkada. Jarak tersebut membuat masa kampanya jauh lebih pendek sehingga sosialiasi menjadi terbatas. Masa kampanye yang lebih panjang dianggap memberikan peluang bagi masyarakat untuk lebih mengenal kandidat.

Dengan melihat data ini, putusan MK menjadi cukup masuk akal. Meskipun ada dua kemungkinan hal yang bisa mempengaruhi angka partisipasi pilkada. Pertama, kucuran dana yang terlalu sedikit. Entah itu untuk kebutuhan kampanye dan sembako, parpol biasanya akan lebih fokus pada pemenangan pilpres. Kedua, masyarakat mulai bisa membedakan kualitas antar kandidat. Bisajadi, calon yang diajukan partai tidak sesuai dengan preferensi masyarakat, dan jengah dengan hasil kerja anggota legislatif sebelumnya. Akhirnya, terjadi generalisasi bahwa siapapun yang terpilih hasilnya akan sama nihilnya.

Tahun Yang Sama, Beda Bulan

Sebenarnya sih bisa saja pemilu dan pilkada diadakan serentak pada tahun yang sama tapi dibedakan bulannya sebagaimana yang terjadi pada tahun 2004 dan 2009 dimana pileg pada bulan april dan pilpres dibulan juli. Ini cukup ideal sebenarnya dimana ada jeda beberapa bulan untuk menyiapkan segalanya dalam kontestasi berikutnya. Meskipun, menurut KPU pemilu serentak itu secara teknis lebih ribet dan harus bekerja lebih ekstra. Pun, dengan Bawaslu yang sepakat bahwa pemilu serentak selama ini terlalu rumit, padat dan membebani penyelenggara dan pemilih.

Harus diakui bahwa pemilu sebelumnya menyebabkan banyak anggota KPPS kelelahan bahkan sampai meninggal dunia. Jangan sampai niat hemat anggaran pemilu malah mengorbankan nyawa seseorang. Beberapa orang mungkin tidak sepakat dengan putusan MK ini semata karena akan memperpanjang masa jabatan anggota dewan. Wajar saja karena kita tau kinerja mereka seperti apa dan betapa jauhnya mereka dari representasi rakyat. Yang sepakat, berharap putusan ini tidak menjadi celah untuk penyalahgunaan kewenangan. Bagi kepala daerah bisa digantikan sementara dengan penjabat sementara (Pjs), dan bagi DPRD opsinya hanya perpanjangan masa jabatan.

Comments

Popular posts from this blog

Memajukan Desa Dengan Lidah Buaya

Alan Efendhi bersama mahasiswa magang dari UNS (Foto : ig @efendhi_alan.rv) Pemandangan berbeda tampak disalah satu pekarangan rumah warga di  jeruklegi ,  Desa Katongan ,  Kecamatan Nglipar ,  Kabupaten Gunungkidul ,  Yogyakarta . Tumbuhan berwarna hijau dengan sisi daun berduri, panjang dan menyempit pada ujungnya, serta memiliki daun berdaging tebal, berbunga dan berlendir berjejer rapi di hamparan tanah kering sedikit berpasir. Di bawah terik matahari seorang ibu-ibu dengan telaten menyiram tanaman-tanaman tersebut dengan selang air berwarna biru. Tidak jarang pemandangan itu menjadi tontonan dan bahan cibiran oleh warga sekitar yang berlalu-lalang. Seorang tani sedang menyiramkan air pada tanaman aloe vera (Foto: Screenshot Heroes CNN Indonesia ) “Emang mau nggudek (makan) lidah buaya ?” seloroh mereka. “Jangan didengerin, tugasnya ibu merawat, ke depan aku yang akan mengolah, enggak jual bahan mentah.” kata Alan menyemangati sang ibu melalui sambung...

Pengen Punya Rumah? Ini Salah Satu Investasi Yang Bisa Dilakukan

  Homebuying (Foto: Pixabay) Berbeda dibanding generasi sebelumnya milenial menganggap kepemilikan rumah bukan menjadi hal yang mendesak. Alih-alih membeli mereka lebih senang dengan menyewa tempat tinggal. Alasannya bisa bermacam-macam mulai dari fleksibiltas, berpindah-pindah agar menemukan suasana baru yg nyaman sampai keengganan memiliki hunian yang tidak sesuai dengan karakteristik ‘ rumah idaman .’ Renter generation . Ya, itulah julukan untuk para milenial saat ini. Usia muda ‘mendesak’ mereka untuk memperoleh kebahagiaan sesegera mungkin sementara kebahagiaan di ‘usia tua’ seperti memiliki rumah nampaknya berada pada wish list paling akhir. Bukan berarti memiliki tempat tinggal tidak penting bagi mereka, gaya hidup anak muda saat ini memang agak sedikit berbeda dibanding pendahulunya. Terlihat jelas dari bagaimana mereka menyusun skala prioritas pada setiap jenjang kehidupan yang dilalui. Taruhlah mereka dihadapkan pada dua pilihan antara membeli mobil atau menyicil r...

Beberapa Alasan Mengapa UMKM Sebaiknya Memiliki Website

Template Layout Website (Foto: Pixabay) Pada tahun 2045 Indonesia diprediksi akan menempati peringkat ke 4 dengan ekonomi terkuat di dunia. Di tahun 2025, Indonesia akan memimpin sebagai Negara dengan ekonomi digital terbesar se-kawasan Asia Tenggara.Di tahun 2030, Indonesia akan memperoleh bonus demografi dimana hampir semua penduduknya berada pada usia produktif antara 15-64 tahun. Untuk tahun ini, apa kira-kira langkah pasti yang bisa di kerjakan untuk memperbaiki kondisi keuangan dan ekonomi Indonesia, terutama UMKM sebagai backbone ekonomi nasional? Dibalik kesenangan selalu ada kesukaran, Berakit-rakit dahulu, berenang-renang kemudian. Tak ada laut yang tak berombak, Siapa menjala, siapa terjun.   Peribahasa diatas mungkin sedikit mewakili situasi masyarakat ketika ditimpa suatu bencana (dalam hal ini Covid-19 ) yang tak terduga, tak disangka-sangka, dan tanpa antisipasi memadai, lalu kemudian secara bersamaan digempur oleh kecepatan dan kecanggihan teknologi yang sekal...