Skip to main content

Memajukan Desa Dengan Lidah Buaya

Alan Efendhi bersama mahasiswa magang dari UNS (Foto : ig @efendhi_alan.rv) Pemandangan berbeda tampak disalah satu pekarangan rumah warga di  jeruklegi ,  Desa Katongan ,  Kecamatan Nglipar ,  Kabupaten Gunungkidul ,  Yogyakarta . Tumbuhan berwarna hijau dengan sisi daun berduri, panjang dan menyempit pada ujungnya, serta memiliki daun berdaging tebal, berbunga dan berlendir berjejer rapi di hamparan tanah kering sedikit berpasir. Di bawah terik matahari seorang ibu-ibu dengan telaten menyiram tanaman-tanaman tersebut dengan selang air berwarna biru. Tidak jarang pemandangan itu menjadi tontonan dan bahan cibiran oleh warga sekitar yang berlalu-lalang. Seorang tani sedang menyiramkan air pada tanaman aloe vera (Foto: Screenshot Heroes CNN Indonesia ) “Emang mau nggudek (makan) lidah buaya ?” seloroh mereka. “Jangan didengerin, tugasnya ibu merawat, ke depan aku yang akan mengolah, enggak jual bahan mentah.” kata Alan menyemangati sang ibu melalui sambung...

Beberapa Alasan Mengapa UMKM Sebaiknya Memiliki Website

Template Layout Website (Foto: Pixabay)

Pada tahun 2045 Indonesia diprediksi akan menempati peringkat ke 4 dengan ekonomi terkuat di dunia. Di tahun 2025, Indonesia akan memimpin sebagai Negara dengan ekonomi digital terbesar se-kawasan Asia Tenggara.Di tahun 2030, Indonesia akan memperoleh bonus demografi dimana hampir semua penduduknya berada pada usia produktif antara 15-64 tahun. Untuk tahun ini, apa kira-kira langkah pasti yang bisa di kerjakan untuk memperbaiki kondisi keuangan dan ekonomi Indonesia, terutama UMKM sebagai backbone ekonomi nasional?

Dibalik kesenangan selalu ada kesukaran,

Berakit-rakit dahulu, berenang-renang kemudian.

Tak ada laut yang tak berombak,

Siapa menjala, siapa terjun.

 
Peribahasa diatas mungkin sedikit mewakili situasi masyarakat ketika ditimpa suatu bencana (dalam hal ini Covid-19) yang tak terduga, tak disangka-sangka, dan tanpa antisipasi memadai, lalu kemudian secara bersamaan digempur oleh kecepatan dan kecanggihan teknologi yang sekali lagi tanpa persiapan yang ‘cukup’. Corona mengakibatkan 960 ribu orang harus kehilangan pekerjaan,sebanyak 84,20 persen UMKM harus mengalami penurunan pendapatan, menyulitkan para perempuan dalam mengelola antara profesionalisme dan peran sosial sebagai pengurus rumah tangga, lansia dan anak-anak menjadi pihak yang rentan dan beresiko, sementara masyarakat secara umum harus mencari kesenangan dan kebahagiaan baru ditengah kondisi yang membingungkan.

 

Namun, bukan manusia namanya jika tidak bisa berpikir. Mereka selalu saja menemukan peluang ditengah keterbatasan dan kesulitan yang ada. ’Pandemi teknologi’ menjadi racun yang mengobati. Saat ini Indonesia menempati peringkat 74 dari 120 Negara dalam kategori readiness atau kesiapan masyarakat dalam menghadapi transformasi digital. Tidak buruk, tetapi wajib ditingkatkan. Pola pikir dan perilaku hidup masyarakat harus berubah agar bisa beradaptasi dengan dunia yang semakin terdigitalisasi. Salah satunya adalah dengan ‘melek digital’.

 

Krisis-krisis yang tengah terjadi entah itu kesehatan, keuangan, energi dan pangan, mendorong kita untuk mengoptimalkan keberadaan teknologi agar bisa bertahan. Meskipun kecepatan pemulihan mungkin berbeda antar wilayah, entah karena infrastruktur digital yang kurang memadai, latar belakang pendidikan yang berbeda, tingkat literasi digital yang masih minim, transformasi digital nampaknya masih menjadi solusi teratas untuk mengatasi persoalan yang dihadapi. Adopsi teknologi akan mendorong pemulihan ekonomi yang lebih cepat, merata dan berkelanjutan. Apalagi penetrasi internet kita telah mencapai 77,02 % atau sekitar 210.026.769 jiwa orang Indonesia telah terkoneksi dengan internet.

 

Data Bank Dunia menunjukkan bahwa sekitar 80% UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital memiliki daya tahan lebih baik. Artinya, dengan mengoptimalkan koneksi internet untuk terhubung dalam jejaring ekosisitem digital akan mendorong ekonomi yang lebih inklusif sehingga pemerataan ekonomi akan tercapai dan masyarakat akan jauh lebih sejahtera. Mendigitalkan bangsa mutlak diperlukan untuk Indonesia yang lebih baik. Go online, Go digital, Go productive.

 

Laporan dari Google, Temasek, dan Bain Company e-Conomy SEA 2021,menyatakan bahwa pasar ekonomi digital di Asia Tenggara mengalami kenaikan hingga 49 persen dari US$117 miliar pada 2020 menjadi US$174 miliar pada 2021. Menurut World Bank, Indonesia adalah salah satu ekonomi digital dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara. Google memprediksi bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi digital nomor satu di Asia Tenggara pada tahun 2025. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari penetrasi internet kita yang kian merata. Rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu 8 jam 52 menit untuk berselancar di internet. Riset DataReportal menyebut kalau jumlah perangkat seluler yang terkoneksi di Indonesia mencapai 370,1 juta pada Januari 2022. Mungkin ada yang bertanya-tanya bagaimana bisa jumlah smartphone melebihi jumlah keseluruhan populasi di Indonesia yaitu 272,68 juta jiwa? Ya, karena hampir semua orang Indonesia memiliki dua handphone. Pertanyaannya,apa yang mereka lakukan? Produktifkah?

Shopping, Online. E-Commerce (Foto: Pixabay)


Laporan APJII dalam Profil Internet Indonesia 2022 menemukan bahwa media sosial menjadi konten internet yang paling sering diakses sekitar 89,15%. Google juga menempati urutan pertama sebagai aplikasi browsing yang paling sering digunakan yaitu sekitar 76,95% diikuti oleh Uc Browser 4,95%. Bagaimana dengan belanja online? Ternyata orang Indonesia lebih sering mengakses platform belanja online dibanding belajar online. Sekitar 21,26% masyarakat mengakses shopping online sementara belajar online hanya diakses sekitar 2,81%. Hasil ini bukan berarti bahwa masyarakat kita lebih senang belanja dibanding belajar.

 

Sekitar 3.012 responden pada survey tersebut masuk pada kategori usia 19-34 tahun dimana rata-rata dari mereka mungkin telah bekerja. Kalaupun ada mahasiswa, mereka jarang menggunakan platform belajar online karena biasanya aplikasi tersebut lebih banyak diakses atau diperuntukkan untuk anak sekolah. Ada sekitar 905 orang kelompok usia 13-18 tahun yang berpartisipasi pada survey tersebut. Hasilnya menjadi cukup masuk akal karena secara kuantitas memang berbeda. Data ini dimunculkan agar para pembaca menjadi lebih yakin bahwa memang ada pergeseran gaya hidup masyarakat selama pandemi.Terutama kebiasaan belanja masyarakat.

 

Menurut Digital 2022 Global Overview Report, Indonesia menempati posisi ke 5 sebagai negara yang warganya paling sering belanja online. NielsenIQ mencatat jumlah konsumen belanja online di Indonesia yang menggunakan e-commerce mencapai 32 juta orang pada 2021. Jumlahnya melesat 88 persen dibandingkan 2020 yang hanya 17 juta orang. Survey yang dilakukan oleh Institute of Social Economic Digital (ISED) selama 1 tahun pandemic terlihat bahwa penggunaan aplikasi e-commerce meningkat sebesar 16%. Ketika ditanya bagaimana kemudahan dalam berstansaksi atau berbisnis secara online selama pandemic,78% diantara mereka menjawab mudah dan lancar. Mayoritas dari responden juga menganggap bahwa teknologi memberikan kemudahan dalam hidup mereka.

 

Laporan dari Navigating Indonesia’s E-Commerce: Omnichannel as the Future of Retail, menyatakan bahwa 74,5 persen konsumen lebih banyak berbelanja online daripada berbelanja offline. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid seperti yang dikutip dari suara.com, juga menyampaikan bahwa lebih dari 74 persen konsumen di Indonesia lebih memilih belanja secara online. Tren ini diprediksi akan terus berlanjut pasca pandemi. Masyarakat mulai menerima dan mempunyai preferensi tertentu terkait pengalaman mereka dalam berbelanja secara daring. Selain kemudahan dan kenyamanan ketika bertransaksi, platform-platform belanja online juga seringkali memberikan promo dan diskon besar-besaran yang tentu saja menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen. Lantas bagiamana pelaku usaha bisa memaksimalkan peluang yang ada?

 

Digitalisasi UMKM

Woman, Entrepreneur, Owner (Foto: Pixabay)

 

Kenapa UMKM? Karena sektor inilah yang paling terpukul akibat adanya pandemi covid-19. Berdasarkan hasil Survei Pelaku Usaha yang dilakukan BPS pada bulan Juli 2020, 84,20 persen UMK mengalami penurunan pendapatan (BPS, 2020a). Bank Indonesia menyebutkan sebanyak 87,5 persen UMKM terdampak pandemi Covid-19. Meskipun jumlahnya cukup tinggi, namun masih tersisa sekitar 12,5 persen pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang justru tidak mengalami kondisi serupa dan cenderung mengalami peningkatan penjualan.

 

Hasil riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) pada 2020 mencatat bahwa sebesar 42,1% konsumen toko online melaporkan peningkatan pengeluaran saat pandemi. Adanya Pembatasan Sosial Berskala Bersar (PSBB) mendorong meningkatnya aktivitas online yang dilakukan oleh masyarakat. We Are Social Digital Indonesia pada 2022 mencatat sebanyak 158,6 juta orang melakukan belanja online dengan kenaikan tahunannya mencapai 14,9%.Bank Indonesia (BI) mencatat nilai transaksi e-commerce  tembus Rp401,25 triliun pada 2021 dengan volume transaksi 1,73 miliar.

 

Jadi, meskipun sempat tertatih-tatih akibat pandemi dan pembatasan, sektor UMKM akan kembali tumbuh dan menguat selama mengandalkan solusi digital. Inilah yang menjadi salah satu alasan pemerintah menargetkan 30 juta UMKM onboard digital pada 2024.Selain fleksibilitasnya, UMKM juga berkontribusi terhadap produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,07% atau senilai Rp 8.573,89 triliun.UMKM merupakan tulang punggung ekonomi nasional kita. Mereka tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia dari pinggiran, pelosok, desa, sampai perkotaan. Memperdayakan mereka akan memberikan kemakmuran kepada rakyat bahkan sampai ke kalangan yang paling bawah sekalipun. UMKM banyak mempekerjakan orang-orang yang berada di kawasan yang sama.

 

Kementerian Koperasi dan UKM mencatat hingga Februari 2022 sudah ada 17,25 juta pelaku UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi. Bisa dibayangkan berapa banyak keuntungan yang diperoleh Indonesia jika jumlah keseluruhan UMKM yaitu 64,2 juta bertransformasi secara digital. Pengangguran berkurang karena menyerap pekerja lokal, kesejahteraan tercapai karena pendapatan rakyat mulai meningkat, industi digital Indonesia bertumbuh karena kebutuhan UMKM untuk terus terkoneksi dalam ruang lingkup digital, dan sistem keuangan dan ekonomi nasional yang terus menguat, tangguh, dan sustainable.

 

Perlu diingat bahwa segala pencapaian yang akan didapatkan oleh Indonesia pada tahun 2025 ataupun 2045 nanti tidak akan terwujud begitu saja seiring tahun-tahun berlalu. Banyak strategi-strategi pendukung yang perlu disusun termasuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil teknologi. Salah satu yang menjadi fokus pemerintah, bank central, serta industri-industri terkait adalah pemberdayaan UMKM dan perempuan. Mengapa UMKM? Selain karena alasan-alasan yang telah disebutkan diatas,99 % pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM. Kenapa perempuan? Karena mayoritas pelaku UMKM adalah mereka, para perempuan.

 

Ketika pandemi melanda, mereka menjadi pihak yang paling banyak dirugikan. Beberapa pengusaha perempuan mengalami kebangkrutan akibat keterbatasan keuangan (ILO, 2020). Inilah salah satu alasan pentingnya bagi UMKM untuk memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Bukan hanya sekedar untuk mendapatkan sertifikasi halal atau SNI pada produknya, tetapi transformasi usaha dari informal ke formal akan memberikan kemudahan bagi UMKM untuk mengakses pembiayaan dari perbankan. Saat ini masih banyak pelaku usaha informal yang membiayai usahanya menggunakan modal pribadi ataupun dari rentenir. Hal ini tentu saja sangat merugikan karena pembiayaan informal hanya bertujuan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperdulikan keberlangsungan dari suatu usaha. Dengan memperoleh izin usaha yang terintegrasi secara elektronik, pelaku UMKM akan memperoleh jaminan kesejahteraan sosial yang memadai. Program-program yang dicanangkan pemerintah dalam mendukung pertumbuhan UMKM agar lebih kuat dan berdaya saing global akan lebih tepat sasaran.

 

Peluang dan Tantangan

Puzzle Money Business (Foto: Pixabay)

 

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019 lalu, Indonesia akan memperoleh bonus demografi usia produktif (15-64 tahun) pada tahun 2030 yang didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z. Mereka adalah generasi yang begitu fasih dalam menggunakan teknologi, digital native. Diantara mereka ada istilah ‘lebih baik lupa bawa dompet daripada lupa membawa hp’. Mereka memiliki kebiasaan untuk terus terkoneksi. Rebahan tapi produktif. Ponsel pintar harus bisa mengakomodasi segala kebutuhan mereka, mulai dari makan dan minum, hiburan, belanja sampai investasi. Mereka adalah pasar yang begitu potensial. Lalu dimana masalahnya?

 

"UMKM itu sebagian didominasi oleh baby boomers atau Gen X yang adaptif digital masih rendah, jadi bagaimana pendampingan dari kementerian, pemerintah daerah, BUMN untuk mempercepat adopsi digital pada UMKM," terang Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira seperti yang dikutip dari liputan6.com.

 

Para digital transmigrant ini tentunya memiliki pola pikir dan perilaku yang berbeda dibanding generasi setelahnya. Beberapa diantara mereka mungkin berpikir sudah terlalu tua untuk belajar teknologi. Yang lain merasa percuma toh dagangannya juga masih laku dibeli oleh tetangga-tetangga dekat rumah. Atau yang paling mentok, pendapatan yang didapat dirasa sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ya memang sih merasa cukup itu penting untuk meningkatkan rasa syukur kita kepada Tuhan. Tidak ada yang salah dengan mindset kebercukupan semacam itu.

 

Tapi, jika yang sedikit saja bisa membahagiakan bagaimana dengan yang banyak? Saat ini segala sesuatunya serba teknologi jadi tidak ada salahnya bahkan mutlak dibutuhkan untuk ber-mindset digital. Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa baby boomer dan gen x  ini mengalami kendala dalam mengadaptasi penggunaan teknologi. Mereka mungkin saja sanggup menciptakan produk yang dibutuhkan namun tidak memiliki akses kepada konsumen yang lebih luas karena ketidakmampuannya dalam memanfaatkan pasar ritel online. Dari data Kemenkop-UKM baru 15% usaha yang memanfaatkan platform marketplace e-commerce untuk berjualan. Kebanyakan usaha online hanya memanfaatkan media sosial seperti WhatsApp, Instagram, TikTok untuk memasarkan produknya. Tentu saja jangkauan pasarnya sedikit berbeda apalagi kebanyakan masyarakat Indonesia menggunakan platform e-commerce untuk berbelanja. Selain promo gratis ongkir yang menggiurkan, belanja di jalur ini dianggap lebih mudah, murah dan aman.

 

Karena konsumennya sudah online, maka UMKM juga harus online. Ibaratnya untuk saat ini, kebanyakan penjual hanya menjajalkan barang dagangannya di dalam ‘goa’ tapi keseluruhan konsumennya ada di ‘metaverse.’Kalau produknya berkualitas, enak (jika makanan), menggunakan bahan dasar yang ramah lingkungan, kemasannya eksklusif, dan merupakan produk lokal yang telah berskla internasional, pembeli mungkin tidak terlalu keberatan dengan jarak yang terlampau jauh demi menikmati produk tersebut.

 

Tapi, hal ini tidak akan berlangsung lama jika konsumen menemukan produk dengan kualitas yang hampir serupa namun lebih terjangkau dari segi jarak. Efisiensi menjadi pertimbangan yang penting. Bukan berarti pabriknya harus pindah dari goa ke metaverse. Tapi alur pemesanannya yang lebih tertata. Berjualan dalam platform digital entah itu berbasis e-commerce ataupun website memiliki keunggulan tersendiri. Selain gambar dan deskripsi produk yang lebih lengkap, para pembeli juga bisa mengandalkan gratis ongkir yang disediakan oleh platform yang tentunya akan lebih menghemat dana, waktu dan tenaga dari konsumen.

 

Oleh karena itu agar tetap bisa kompetitif baik dipasar lokal maupun internasional kemendag melakukan beberapa upaya percepatan transformasi digital di sektor ritel maupun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui berbagai pelatihan.

 

"Kemendag melakukan pelatihan pemasaran online series, pelatihan penguatan kualitas produk, pelatihan manajemen usaha, pendampingan desainer, dan tutorial pameran online bekerja sama dengan asosiasi maupun komunitas," Kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan (dikutip dari tribunnews.com).

 

Kelemahan iklim kewirausahaan di Indonesia memang terletak pada aspek Entrepreneurial Aspirations yang menggambarkan strategi inovasi, pengembangan produk dan upaya perluasan pasar.Maka dari itu penting untuk terus melakukan sosialisasi, edukasi dan pelatihan kepada UMKM agar mereka ‘melek digital’ sehingga mampu bersaing dengan produk impor yang saat ini jumlahnya cukup banyak di marketplace. Kesadaran digital akan menciptakan produk unggul yang kreatif dan inovatif.Salah satu langkah konkret yang harus dikuasi dan dilakukan oleh pelaku UMKM agar produknya bisa dikenal lebih luas adalah dengan menerapkan digital marketing .

 

UMKM Wajib Punya Website

Online Shopping E-Commerce (Foto: Pixabay)


Misalkan, Anda memiliki usaha jual kue yang diberi nama ‘Toko Kue Indonesia’. Penghasilan dari toko ini sebenarnya sudah lumayan untuk menghidupi keluarga, namun, Anda menginginkan penghasilan tambahan agar bisa membeli kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti etalase yang lebih besar dan kendaraan untuk berlibur bersama keluarga. Sayangnya pendapatan dari jualan kue saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hari-hari. Anda mencari cara untuk memperoleh tambahan pendapatan agar bisa menabung. Karena itu omzet harus ditingkatkan dan syaratnya tentu saja yang membeli harus lebih banyak lagi. Jika yang membeli cuma tetangga di sekitar rumah maka penghasilan Anda akan tetap begitu saja. Lalu bagaimana caranya agar orang Indonesia tau bahwa saya sedang jualan kue? jawabannya sama, Anda harus punya website. Kenapa website? Berikut penjelasannya.

 

Jadi saat ini adalah zaman yang serba digital, serba teknologi, serba smartphone dan serba online. Mulai dari belajar, bekerja, sampai berjualan semuanya dilakukan secara online. Karena adaptasi teknologi semakin masif, hampir semua orang memiliki ponsel pintar, maka sebagai pelaku usaha kita perlu menjual atau memasarkan barang dan jasa sesuai dengan tren yang ada. Hampir semua konsumen membeli barang melalui jalur daring dan malas ke toko. Mereka lebih mengandalkan jasa pengantaran. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan mereka akan makan kue, kita harus mengikuti gaya belanja mereka.

 

Memiliki website adalah salah satu langkah pasti yang harus dilakukan untuk menjangkau banyak konsumen dari pelosok sampai perkotaan. Inilah yang dinamakan digital marketing atau online marketing. Pemasaran produk dan jasa yang mengandalkan perangkat-perangkat teknologi agar produk bisa dikenal secara luas dan menjangkau semua konsumen dimanapun mereka berada. Memperkenalkan produk melalui door to door, mouth to mouth, atau menyebarkan banyak brosur sudah tidak relevan dan efisien. Bahkan kita tidak memerlukan toko fisik karena website itu sendiri berfungsi sebagai toko virtual. Didalamnya sudah tersaji informasi lengkap tentang detail produk, mulai dari corak, persediaan, ekspedisi, dan metode pembayaran yang bisa dilakukan. Gambar-gambar produk pada halaman website menggantikan fungsi window shopping. Bahkan ada nilai tambah bagi pelanggan karena tidak perlu malu meninggalkan toko virtual tanpa membeli satu barangpun. Tidak akan ada SPG yang mengikuti dari pertama kali menginjakkan kaki sampai keluar dari toko. Studi menunjukkan bahwa untuk manusia, interaksi tatap muka menuntut keterlibatan yang lebih emosional daripada interaksi dengan mesin. Itulah alasan mengapa platform online menjadi begitu popular. Dengan memiliki website pelanggan bebas 24 jam untuk melihat, memantau dan membandingkan berbagai produk. Bahkan pembelian tidak harus diselesaikan saat itu juga. Cukup masukkan barang kedalam keranjang belanja dan lakukan pembayaran esok harinya.

 

Dalam sebuah riset yang dilakukan oleh Blibli bersama Boston Consulting Group,ditemukan bahwa UMKM yang telah go digital atau terhubung dengan platform digital diyakini bisa mendongkrak pendapatannya 1,1 kali lebih tinggi dari UMKM yang hanya eksis secara fisik.

 

"UMKM online juga 2,1 kali lebih berpeluang untuk menjual barang di skala nasional, dan 4,6 kali lebih berpeluang untuk mengekspor barang ke luar negeri," ujar Managing Director Boston Consulting Group, Haikal Siregar, dalam keterangan resminya, Jumat (19/8/2022) seperti yang dikutip dari idxchannel.com

 

Jadi tidak ada alasan bagi UMKM untuk tidak memiliki website. Apalagi ditengah pandemi yang belum selesai sepenunhnya. Proses jual beli harus tetap berjalan. Keuntungan harus tetap dimaksimalkan, tapi kesehatan juga harus tetap menjadi prioritas utama. Penjualan melalui website akan mengurangi interaksi fisik. Dengan menjaga jarak Indonesia akan pulih lebih cepat. Tentu saja dengan mengandalkan solusi digital Indonesia akan tumbuh lebih kuat apalagi para pelaku UMKM telah memahami bagiamana pentingnya menerapkan digital marketing melalui website yang bisa dikelola sendiri. Lantas, apa yang perlu dipersiapkan pelaku UMKM sebelum membuat website?

Website Design (Foto: Pixabay)

1.       Menentukan Nama Toko

Nama toko ini sangat penting karena berfungsi sebagai identitas diri kita. Jangan menyulitkan pelanggan dengan nama yang amburadul, tidak jelas, dan sulit diingat dan dimengerti. Ada baiknya nama toko mewakili ciri produk yang ditawarkan. Menggunakan nama pribadi masih lebih baik dibanding menggunakan nama Toko XCY6E9F9E. Pelanggan biasanya mengetik keyword sederhana pada Google untuk mencari barang yang dibutuhkan. Ketika mengetik kata ‘kue’ website yang baik akan muncul diposisi teratas pada halaman utama. Penggunaan nama ‘Toko XCY6E9F9E’ tidak hanya meragukan pembeli tapi membingungkan mesin pencari. Google mungkin saja membacanya sebagai situs yang berbahaya dan mengandung konten negative. Pada akhirnya pelanggan akan diarahkan pada situs website yang lebih jelas, bisa dipercaya, dan aman. Pastikan nama yang dipilih masih memiliki ketersediaan domain. Silahkan mencoba melakukan pembelian domain murah atau gratis di penyedia web hosting untuk mengecek nama-nama yang tersedia. Jika telah menemukan nama yang tepat dan domain-nya tersedia, silahkan lanjut pada langkah berikutnya.

2.       Memilih Layanan Hosting Terpercaya

Bukan hanya nama domain yang penting tapi pemilihan layanan atau web hosting juga harus tepat. Nama bagus akan percuma jika setiap kunjungan pada website tersebut memunculkan kalimat ‘halaman website tidak diketahui’ atau ‘halaman yang dituju tidak aman.’ Pihak hosting mungkin saja tidak memiliki infrastruktur yang memadai sehingga server yang dituju seringkali down. Belum lagi fakta bahwa bahwa setiap menit ada 90 ribu serangan hacker yang terjadi. Bayangkan jika hosting tidak menyediakan fitur keamanan yang memadai seperti Anti Malware dan SSL. Pelanggan hilang dan kemanan data terancam. Karena itu pilihlah hosting yang menyediakan fitur lengkap dengan harga yang kompetitif.

 

Ada baiknya meminta saran kerabat yang lebih dahulu menggunakan penyedia layanan web hosting atau membaca beberapa review pelanggan. Para pelaku usaha UMKM yang telah memiliki website pastinya memiliki referensi hosting yang bisa dipercaya dan diandalkan. Salah satu pertimbangan adalah harga murah namun menyediakan fasilitas lengkap dengan kualitas yang maksimal. Selain itu memberikan layanan selama 24 jam. Jadi tidak perlu khawatir jika terjadi kendala dalam memuat website, misalkan sulit di akses atau mengalami delay lebih dari dua detik. Mereka harus sigap membantu dan pastikan para teknisinya diisi oleh orang-orang yang bersertifikat yang ahli dibidangnya. Hal ini menjadi penting karena menurut penelitian pengunjung akan cepat meninggalkan halaman website yang membutuhkan waktu lebih dari dua detik untuk diakses. Tentunya untuk mengantisipasi gangguan ini dibutuhkan infrastuktur network yang canggih. Server hosting terbaik adalah mereka yang memberikan pelayanan maksimal bagi customernya.

3.       Menentukan Jenis Hosting

1. Shared hosting

 

Bagi pengguna pemula, sangat disarankan untuk menggunakan jenis hosting yang satu ini. Selain sederhana harganya pun cukup murah sehingga tidak akan berat di kantong. Namun, shared hosting mengharuskan kamu berbagi server dengan orang lain. Jadi kinerja website-mu akan terpengaruh pada saat traffic dari website pengguna lain tersebut tinggi.

 

2. Cloud based hosting

 

Rekomendasi hosting bisnis bagi UMKM. Serbuan online shopper ke website kamu akan menaikkan traffic yang mungkin bisa mengganggu kerja server. Tapi gangguan itu tidak akan terjadi jika kamu memilih hosting ini. Meskipun server sedang bermasalah tidak akan berpengaruh pada website kamu karena cara kerja cloud hosting yaitu dengan menyimpan salinan file dan resource di beberapa server fisik. Hosting ini memungkinkan ratusan server bekerja bersama maka tidak akan mengalami downtime.

 

3. VPS hosting

 

VPS atau Virtual Private Server merupakan layanan hosting yang menggunakan teknologi virtualisasi untuk memberi sumber daya (pribadi) khusus di server dengan banyak pengguna. Untuk mengoperasikannya kamu harus mempunyai skill manajemen dan tahu cara mengoperasikan terminal. Kebebasan mengontrol, mengkustomisasi, dan mengkonfigurasi server virtual tentunya memerlukan keahlian khusus. Hosting ini lebih cocok bagi mereka yang berpengalaman dan tingkat pengetahuan teknisnya berada pada level menengah.

 

4. WordPress hosting

 

WordPress hosting sebenarnya masuk dalam kategori shared hosting yang difungsikan khusus untuk para pengguna website dari WordPress.Memiliki beberapa fitur menarik diantaranya adalah menyediakan ratusan tema gratis, dan tema premium yang bisa membuat website terlihat lebih professional. WordPress juga menyediakan aplikasi yang memudahkan dalam mengedit konten dari mana saja dan kapan saja. Untuk memulai berjualan online, UMKM bisa memanfaatkan hosting ini sebagai permulaan.

Saat ini banyak sekali penyedia layanan web hosting di Indonesia. Selain harga murah, kecepatan baik, dan garansi uang kembali, pastikan memilih layanan yang bersertifikat ISO dan memberikan performa terbaiknya, misalkan memberikan secara gratis sistem keamanan yang bisa memproteksi website dari perangkat lunak berbahaya(malware).

Comments

Popular posts from this blog

Memajukan Desa Dengan Lidah Buaya

Alan Efendhi bersama mahasiswa magang dari UNS (Foto : ig @efendhi_alan.rv) Pemandangan berbeda tampak disalah satu pekarangan rumah warga di  jeruklegi ,  Desa Katongan ,  Kecamatan Nglipar ,  Kabupaten Gunungkidul ,  Yogyakarta . Tumbuhan berwarna hijau dengan sisi daun berduri, panjang dan menyempit pada ujungnya, serta memiliki daun berdaging tebal, berbunga dan berlendir berjejer rapi di hamparan tanah kering sedikit berpasir. Di bawah terik matahari seorang ibu-ibu dengan telaten menyiram tanaman-tanaman tersebut dengan selang air berwarna biru. Tidak jarang pemandangan itu menjadi tontonan dan bahan cibiran oleh warga sekitar yang berlalu-lalang. Seorang tani sedang menyiramkan air pada tanaman aloe vera (Foto: Screenshot Heroes CNN Indonesia ) “Emang mau nggudek (makan) lidah buaya ?” seloroh mereka. “Jangan didengerin, tugasnya ibu merawat, ke depan aku yang akan mengolah, enggak jual bahan mentah.” kata Alan menyemangati sang ibu melalui sambung...

Pengen Punya Rumah? Ini Salah Satu Investasi Yang Bisa Dilakukan

  Homebuying (Foto: Pixabay) Berbeda dibanding generasi sebelumnya milenial menganggap kepemilikan rumah bukan menjadi hal yang mendesak. Alih-alih membeli mereka lebih senang dengan menyewa tempat tinggal. Alasannya bisa bermacam-macam mulai dari fleksibiltas, berpindah-pindah agar menemukan suasana baru yg nyaman sampai keengganan memiliki hunian yang tidak sesuai dengan karakteristik ‘ rumah idaman .’ Renter generation . Ya, itulah julukan untuk para milenial saat ini. Usia muda ‘mendesak’ mereka untuk memperoleh kebahagiaan sesegera mungkin sementara kebahagiaan di ‘usia tua’ seperti memiliki rumah nampaknya berada pada wish list paling akhir. Bukan berarti memiliki tempat tinggal tidak penting bagi mereka, gaya hidup anak muda saat ini memang agak sedikit berbeda dibanding pendahulunya. Terlihat jelas dari bagaimana mereka menyusun skala prioritas pada setiap jenjang kehidupan yang dilalui. Taruhlah mereka dihadapkan pada dua pilihan antara membeli mobil atau menyicil r...